Gerakan Menuju Pertanian Organik yang Berkeadilan!
Ada banyak alasan mengapa orang beralih memproduksi
dan mengkonsumsi produk organik, seperti kesehatan, keamanan pangan, bahkan
demi kelestarian lingkungan. Dari sudut pandang petani, kesulitan mendapatkan
input kimia menjadi salah satu faktor yang mendorong petani untuk menyediakan
sendiri kebutuhan input mereka. Namun di luar itu, dunia memang tengah bergeser
menuju pertanian organik yang ternyata mampu menghasilkan lebih banyak pangan yang
aman untuk mengatasi kelaparan dunia.
Hal tersebut
diungkapkan oleh Brian Halweil, peneliti senior pada Worldwatch Institute. “Pertanian
organik meningkatkan hasil panen di negara-negara miskin, terutama yang
penduduknya menderita kelaparan dan tak mampu menjalankan pertanian sarat bahan
kimia,” jelas Halweil. “Di negara-negara miskin, berbagai teknik pertanian
organik, seperti pembuatan kompos dan pupuk hijau, serta pengendalian hama
secara alami menjadi tumpuan harapan para petani dalam meningkatkan produksi
dan mengentaskan kelaparan”.
Selain
itu, pertanian organik terbukti aman bagi hidupan liar, kualitas air dan udara,
serta keamanan pangan. Sayangnya, kita tidak bisa sekejap mata beralih dari pertanian
sarat bahan kimia (pupuk dan pestisida berbasis minyak bumi) menjadi pertanian
organik. Petani pun harus bisa meloloskan diri dari jebakan yang selama ini
memanjakan mereka yang serba instan, lalu beralih ke proses organis yang lebih
membutuhkan waktu lama untuk mengembalikan segala kerusakan yang ditinggalkan oleh
praktik-praktik dan bahan kimia itu. Beralih ke pertanian organik, berarti kita
beralih ke sistem pangan yang lebih berkeadilan.
Apakah Anda Sudah Bertani Organik?
Filosofi
pertanian organik sebenarnya mendekatkan sistem pangan menjadi lebih
berkeadilan, menghasilkan pangan yang lebih sehat dan sesedikit mungkin melalui
pemrosesan, serta lebih mengutamakan jalinan interaksi antara petani dan
konsumennya. Tetapi meski produk organik dapat bersaing dengan produk yang
diberi input kimia dan lebih tahan terhadap kekeringan, belum banyak pasar
produk organik tercipta.
Menurut Organisasi
Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) melalui CODEX, pertanian organik merupakan
sistem manajemen produksi yang holistik yang mendukung dan meningkatkan
kesehatan ekosistem, termasuk siklus biologi dan aktivitas biologi tanah.
Sedang International Federation of
Organik Agriculture Movement (IFOAM) menjelaskan bahwa pertanian organik
merupakan suatu pendekatan sistem yang utuh berdasarkan satu perangkat proses
yang menghasilkan ekosistem berkelanjutan (sustainable),
pangan yang aman, gizi yang baik, kesejahteraan hewan, dan keadilan sosial.
Dengan demikian, pertanian organik lebih dari sekedar sistem produksi yang
memasukkan atau mengeluarkan input tertentu, namun juga merupakan satu filosofi
dengan tujuan mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas dari komunitas yang
saling berketergantungan dari kehidupan tanah, tanaman, hewan dan manusia (http://gerakankonsumen.blogspot.com/2008/09/pertanian-organik-dan-revitalisasi.html).
Menurut Pater
Agato --salah seorang perintis dan praktisi pertanian organis di Indonesia,
pertanian organis bukanlah lawan dari pertanian konvensional, atau pun pertanian
kimia. Namun yang dilawan oleh pertanian organis adalah egoisme si pelaku itu
sendiri. Pertanian
organis itu seperti satu tubuh, kalau salah satu bagian sakit maka seluruh
tubuh lainnya akan merasakan ketidaknyamanan.
Lalu
bagaimana caranya beralih dari teknik-teknik bertani yang telah kita lakukan
selama ini bersifat merusak menjadi organik? Bagaimana mengatasi kendala yang kita
temui, yang bukan sekedar rasa takut akan gagal atau bahkan tidak yakin dirinya
untuk bisa berubah menjadi organis?
Pengalaman
petani yang ingin berubah menjadi organik, menunjukkan mereka paham akan
keuntungan yang bakal diperoleh, tetapi banyak hambatan yang mereka temui. “Perubahan
memang memerlukan waktu dan uang,” ujar Brian Halweil. “Perubahan juga membawa
risiko”.
Menurut
Brian, jalan terbaik untuk menjalankan praktik pertanian organik adalah meraih
dukungan dari pemerintah, kalangan industri, dan organisasi-organisasi tani. Di
Indonesia, potret inisiatif pertanian organik dari Pemerintah sungguh buram.
Pemerintah tampak kebingungan untuk sepenuh hati menerapkan “Program Go Organik
2010” yang dicanangkannya sendiri dengan Otoritas Kompeten Pertanian Organik
melalui SK Menteri Pertanian Nomor: 432/Kpts/OT.130/9/2003 dan Pembentukan Task
Force Organik.
Mengapa Menunggu 2010? Go Organik Sekarang Juga!
Sementara
pemerintah ragu-ragu dengan programnya sendiri, para petani sudah banyak yang
tertarik pada teknik-teknik pertanian organik. Biasanya, begitu seorang petani
dapat menerapkan teknik itu dan melihat hasilnya, ia dan petani lainnya akan
mencari lagi dan mengembangkan teknik-teknik organik lainnya. Para petani yang
didampingi Bina Desa, seperti di Banjarnegara, Menawan (Kudus), Sodong
(Pemalang, Jawa Tengah), Canduang Baso (Sumatera Barat), dan petani-petani dari
daerah lainnya telah mengembangkan berbagai teknik bertani alami, awalnya mereka
melihat satu teknik yang berhasil meningkatkan produksi. Kemudian, mereka
segera terinspirasi untuk mengembangkan teknik atau input organik tersebut.
Kini mereka memiliki beragam teknik dan formula organik yang mereka kembangkan
sendiri dan dibagi di antara petani.
Meski
pertanian organik masih kecil peluangnya untuk berkembang dan baru sedikit
menyumbang kepada sistem pangan kita, pertanian organik terus tumbuh dan
berkembang. Di negara lain, khususnya di negara-negara Eropa, Amerika Latin,
dan Amerika Serikat, pertanian organik merupakan sektor pangan yang paling
cepat pertumbuhannya. Laju pertumbuhan penjualan pangan organik di AS berkisar
dari 20-25% per tahun selama dasawarsa terakhir ini. Di negara-negara itu,
banyak pertanian organik yang dapat bersaing dengan pertanin non organik.
Sementara di negara-negara seperti Jerman, Swiss, dan Kuba pemerintah memainkan
peran penting dalam pengembangan pertanian organik. Negara berkembang yang
telah beralih ke produksi organik juga menjadi diuntungkan karena produk
tersebut dikonsumsi lokal atau dipasarkan ke wilayah terdekat. (http://gerakankonsumen.blogspot.com/
2008/09/pertanian-organik-dan-revitalisasi.html).
Sebagai konsumen, kita dapat
membeli produk organik di mana pun dan kapan pun memungkinkan, mengajak teman
dan keluarga untuk melakukan hal yang sama, mendorong petani dan koperasi yang
ada di sekitar kita untuk menjadi organik. Mintalah informasi kepada
organisasi-organisasi swadaya yang mendukung pertanian organik untuk memperluas
promosi pertanian organik ini. Di suatu kawasan di East Hampton AS, dewan kota
membeli lahan seluas 40 are, lalu diserahkan kepada sebuah kelompok asalkan
mereka melakukan pengelolaannya secara organis.
Keuntungan membeli produk lokal organik
dari lahan petani yang hanya berjarak 30 menit adalah kesempatan untuk
mengetahui dengan pasti bagaimana produk tersebut dihasilkan. Anda juga dapat
berdiskusi dengan petani seperti memberi masukan atau usul atas produk yang
dihasilkan. Petani tentu akan senang mendapat masukan untuk meningkatkan produk
dan pasarnya (dipublikasikan dalam Buletin Bina Desa, 2009/dari berbagai sumber/ink).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar