Kamis, 01 Agustus 2013

Go Organic!



Gerakan Menuju Pertanian Organik yang Berkeadilan!

Ada banyak alasan mengapa orang beralih memproduksi dan mengkonsumsi produk organik, seperti kesehatan, keamanan pangan, bahkan demi kelestarian lingkungan. Dari sudut pandang petani, kesulitan mendapatkan input kimia menjadi salah satu faktor yang mendorong petani untuk menyediakan sendiri kebutuhan input mereka. Namun di luar itu, dunia memang tengah bergeser menuju pertanian organik yang ternyata mampu menghasilkan lebih banyak pangan yang aman untuk mengatasi kelaparan dunia.

Hal tersebut diungkapkan oleh Brian Halweil, peneliti senior pada Worldwatch Institute. “Pertanian organik meningkatkan hasil panen di negara-negara miskin, terutama yang penduduknya menderita kelaparan dan tak mampu menjalankan pertanian sarat bahan kimia,” jelas Halweil. “Di negara-negara miskin, berbagai teknik pertanian organik, seperti pembuatan kompos dan pupuk hijau, serta pengendalian hama secara alami menjadi tumpuan harapan para petani dalam meningkatkan produksi dan mengentaskan kelaparan”.
            Selain itu, pertanian organik terbukti aman bagi hidupan liar, kualitas air dan udara, serta keamanan pangan. Sayangnya, kita tidak bisa sekejap mata beralih dari pertanian sarat bahan kimia (pupuk dan pestisida berbasis minyak bumi) menjadi pertanian organik. Petani pun harus bisa meloloskan diri dari jebakan yang selama ini memanjakan mereka yang serba instan, lalu beralih ke proses organis yang lebih membutuhkan waktu lama untuk mengembalikan segala kerusakan yang ditinggalkan oleh praktik-praktik dan bahan kimia itu. Beralih ke pertanian organik, berarti kita beralih ke sistem pangan yang lebih berkeadilan.

Apakah Anda Sudah Bertani Organik?

Filosofi pertanian organik sebenarnya mendekatkan sistem pangan menjadi lebih berkeadilan, menghasilkan pangan yang lebih sehat dan sesedikit mungkin melalui pemrosesan, serta lebih mengutamakan jalinan interaksi antara petani dan konsumennya. Tetapi meski produk organik dapat bersaing dengan produk yang diberi input kimia dan lebih tahan terhadap kekeringan, belum banyak pasar produk organik tercipta.  
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) melalui CODEX, pertanian organik merupakan sistem manajemen produksi yang holistik yang mendukung dan meningkatkan kesehatan ekosistem, termasuk siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sedang International Federation of Organik Agriculture Movement (IFOAM) menjelaskan bahwa pertanian organik merupakan suatu pendekatan sistem yang utuh berdasarkan satu perangkat proses yang menghasilkan ekosistem berkelanjutan (sustainable), pangan yang aman, gizi yang baik, kesejahteraan hewan, dan keadilan sosial. Dengan demikian, pertanian organik lebih dari sekedar sistem produksi yang memasukkan atau mengeluarkan input tertentu, namun juga merupakan satu filosofi dengan tujuan mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas dari komunitas yang saling berketergantungan dari kehidupan tanah, tanaman, hewan dan manusia (http://gerakankonsumen.blogspot.com/2008/09/pertanian-organik-dan-revitalisasi.html).
Menurut Pater Agato --salah seorang perintis dan praktisi pertanian organis di Indonesia, pertanian organis bukanlah lawan dari pertanian konvensional, atau pun pertanian kimia. Namun yang dilawan oleh pertanian organis adalah egoisme si pelaku itu sendiri. Pertanian organis itu seperti satu tubuh, kalau salah satu bagian sakit maka seluruh tubuh lainnya akan merasakan ketidaknyamanan.
            Lalu bagaimana caranya beralih dari teknik-teknik bertani yang telah kita lakukan selama ini bersifat merusak menjadi organik? Bagaimana mengatasi kendala yang kita temui, yang bukan sekedar rasa takut akan gagal atau bahkan tidak yakin dirinya untuk bisa berubah menjadi organis?
            Pengalaman petani yang ingin berubah menjadi organik, menunjukkan mereka paham akan keuntungan yang bakal diperoleh, tetapi banyak hambatan yang mereka temui. “Perubahan memang memerlukan waktu dan uang,” ujar Brian Halweil. “Perubahan juga membawa risiko”.
            Menurut Brian, jalan terbaik untuk menjalankan praktik pertanian organik adalah meraih dukungan dari pemerintah, kalangan industri, dan organisasi-organisasi tani. Di Indonesia, potret inisiatif pertanian organik dari Pemerintah sungguh buram. Pemerintah tampak kebingungan untuk sepenuh hati menerapkan “Program Go Organik 2010” yang dicanangkannya sendiri dengan Otoritas Kompeten Pertanian Organik melalui SK Menteri Pertanian Nomor: 432/Kpts/OT.130/9/2003 dan Pembentukan Task Force Organik.  

Mengapa Menunggu 2010? Go Organik Sekarang Juga!

            Sementara pemerintah ragu-ragu dengan programnya sendiri, para petani sudah banyak yang tertarik pada teknik-teknik pertanian organik. Biasanya, begitu seorang petani dapat menerapkan teknik itu dan melihat hasilnya, ia dan petani lainnya akan mencari lagi dan mengembangkan teknik-teknik organik lainnya. Para petani yang didampingi Bina Desa, seperti di Banjarnegara, Menawan (Kudus), Sodong (Pemalang, Jawa Tengah), Canduang Baso (Sumatera Barat), dan petani-petani dari daerah lainnya telah mengembangkan berbagai teknik bertani alami, awalnya mereka melihat satu teknik yang berhasil meningkatkan produksi. Kemudian, mereka segera terinspirasi untuk mengembangkan teknik atau input organik tersebut. Kini mereka memiliki beragam teknik dan formula organik yang mereka kembangkan sendiri dan dibagi di antara petani.
            Meski pertanian organik masih kecil peluangnya untuk berkembang dan baru sedikit menyumbang kepada sistem pangan kita, pertanian organik terus tumbuh dan berkembang. Di negara lain, khususnya di negara-negara Eropa, Amerika Latin, dan Amerika Serikat, pertanian organik merupakan sektor pangan yang paling cepat pertumbuhannya. Laju pertumbuhan penjualan pangan organik di AS berkisar dari 20-25% per tahun selama dasawarsa terakhir ini. Di negara-negara itu, banyak pertanian organik yang dapat bersaing dengan pertanin non organik. Sementara di negara-negara seperti Jerman, Swiss, dan Kuba pemerintah memainkan peran penting dalam pengembangan pertanian organik. Negara berkembang yang telah beralih ke produksi organik juga menjadi diuntungkan karena produk tersebut dikonsumsi lokal atau dipasarkan ke wilayah terdekat. (http://gerakankonsumen.blogspot.com/ 2008/09/pertanian-organik-dan-revitalisasi.html).
Sebagai konsumen, kita dapat membeli produk organik di mana pun dan kapan pun memungkinkan, mengajak teman dan keluarga untuk melakukan hal yang sama, mendorong petani dan koperasi yang ada di sekitar kita untuk menjadi organik. Mintalah informasi kepada organisasi-organisasi swadaya yang mendukung pertanian organik untuk memperluas promosi pertanian organik ini. Di suatu kawasan di East Hampton AS, dewan kota membeli lahan seluas 40 are, lalu diserahkan kepada sebuah kelompok asalkan mereka melakukan pengelolaannya secara organis.  
            Keuntungan membeli produk lokal organik dari lahan petani yang hanya berjarak 30 menit adalah kesempatan untuk mengetahui dengan pasti bagaimana produk tersebut dihasilkan. Anda juga dapat berdiskusi dengan petani seperti memberi masukan atau usul atas produk yang dihasilkan. Petani tentu akan senang mendapat masukan untuk meningkatkan produk dan pasarnya (dipublikasikan dalam Buletin Bina Desa, 2009/dari berbagai sumber/ink).

Tidak ada komentar: