Selasa, 13 Mei 2008

tentang semut 1

Semut Rangrang, Bukan Sembarang Semut, tapi Pengendali Hama Tanaman


Kalau Anda pernah digigit semut ketika memanjat pohon mangga atau pohon nangka, mungkin Anda akan kesal oleh serbuan semut-semut yang begitu gencar. Seringkali gigitannya membuat kita mengaduh-aduh. Serangga yang kuning dan ramping ini membangun sarangnya di daun-daun. Jumlah mereka bisa mencapai ratusan, mempunyai teritori dan terkenal agresif dalam mempertahankan wilayahnya. Itulah serangga yang kita kenal sebagai semut Rangrang (Oecophylla smaragdina).

Semut Rangrang bukan sembarang semut. Mereka unik dan berbeda dari jenis semut lainnya. Manusia telah menggunakan jasa mereka dalam perkebunan berabad-abad yang lalu. Tercatat, sekitar tahun 300 Masehi di Canton (China), semut ini digunakan untuk mengusir hama pada tanaman jeruk. Orang mengambil sarang-sarang semut ini dari hutan, memperjualbelikannya, lalu meletakkannya di pohon-pohon jeruk jenis unggul. Teknik yang sama tetap dilakukan sampai abad ke-12, dan masih diterapkan di selatan China sampai saat ini. Di perkebunan kopi di Lampung, kita dapat menemukan koloni semut ini bersarang di daun-daun kopi. Ternyata, pada tanaman kopi yang ditempati sarang ini lebih baik keadaannya daripada tanaman yang tidak ditempati semut Rangrang. Produksi kopi pun jadi lebih meningkat.

Para pakar serangga di Ghana telah menggunakan jenis semut Rangrang Afrika (Oecophylla longinoda) untuk mengendalikan hama tanaman cokelat. Kehadiran semut ini ternyata mampu mengurangi dua macam penyakit serius yang disebabkan oleh virus dan jamur, yaitu dengan jalan menyerang dan membunuh kutu daun yang menjadi penyebar penyakit ini. Kutu daun sangat merugikan, karena menghisap cairan tanaman sekaligus memakan jaringannya. Cara pengendalian hama seperti ini kita kenal sebagai “biological control” dan ini merupakan contoh tertua dalam sejarah pertanian.

Biokontrol dan Bioindikator

Penggunaan semut Rangrang sebagai biokontrol ternyata sudah dilakukan pula oleh sebagian penduduk Indonesia, meskipun tidak besar-besaran. Misalnya jika pohon jambu atau pohon mangga di pekarangan terserang hama, mereka akan memindahkan semut-semut Rangrang ke pohon tersebut.

Sebenarnya bukan itu saja manfaat yang diberikan semut Rangrang kepada manusia. Dengan sifatnya yang sangat peka terhadap perubahan udara, manusia dapat menggunakan semut ini sebagai indikator keadaan udara di suatu lingkungan.

Semut Rangrang menyukai lingkungan yang berudara bersih. Jangankan asap pabrik atau asap kendaraan bermotor, asap yang berasal dari pembakaran sampah di kebun saja dapat membuat mereka menyingkir. Tak heran, jika di Jakarta atau di kota-kota besar lainnya kita semakin sulit menemukan sarang mereka di pepohonan.

Adakalanya jarang pula kita mendapati mereka di daerah perkebunan. Karena sekarang pemberantasan hama dengan pestisida lebih banyak digunakan, sehingga bukan saja hama yang mati tetapi banyak serangga lain yang berguna turut terbunuh. Belum lagi perburuan yang dilakukan manusia terhadap semut Rangrang. Banyak orang mengambil sarang-sarang mereka untuk mendapatkan anak-anak Rangrang (“kroto”) sebagai makanan burung peliharaan. Tentunya hal ini akan menjadikan kian menyusutnya populasi semut Rangrang. Padahal keberadaan semut ini penting sebagai musuh alami serangga hama, sekaligus sebagai indikator biologis (hayati) terhadap kualitas udara di suatu daerah.

Ratu Dilindungi

Mengenal kehidupan serangga yang berjasa ini memang cukup mengesankan. Serangga sosial ini membuat sarang di kanopi hutan-hutan tropis sampai kebun-kebun kopi maupun cokelat. Mereka membentuk koloni yang anggotanya bisa mencapai 500.000 ekor, terdiri atas ratu yang sangat besar, anak-anak, dan para pekerja merangkap prajurit. Semuanya betina, kecuali beberapa semut jantan yang berperan kecil dalam kehidupan koloni. Semut-semut jantan itu segera pergi jika telah dewasa untuk melangsungkan wedding fight yaitu terbang untuk mengawini sang ratu, lalu mereka tidak kembali lagi ke sarangnya.

Di antara anggota koloni, yang paling giat adalah kelompok pekerja. Mereka rajin mencari makan, membangun sarang, dan gigih melindungi wilayah mereka siang dan malam hari. Sekitar setiap satu menit, salah satu pekerja memuntahkan makanan cair ke dalam mulut ratu. Mereka menyuapi ratu dengan makanan yang telah dilunakkan sehingga memungkinkan sang ratu menghasilkan ratusan telur per hari. Jika ratu telah bertelur, para pekerja akan memindahkan telur-telur itu ke tempat yang terlindung, membersihkannya, dan memberi makan larva-larva halus jika telah menetas.

Semut Rangrang dikenal pula sebagai senyum penganyam, karena cara mereka membuat sarang seperti orang membuat anyaman. Sarang mereka terbuat dari beberapa helai daun yang dilekukkan dan dikaitkan bersama-sama membentuk ruang-ruang yang rumit dan menyerupai kemah. Dedaunan itu mereka tarik ke suatu arah, lalu dihubungkan dengan benang-benang halus yang diambil dari larva mereka sendiri. Para pekerja bergerak bolak-balik dari satu daun ke daun lainnya membentuk anyaman.

Makhluk asing yang mencoba menyusup ke daerah sarang, akan mereka halau dengan sengatan asam format yang keluar dari kelenjar racun mereka. Kalau semut jenis lain sengaja membiarkan bahkan memelihara kutu daun hidup dalam wilayah kekuasaan mereka, maka semut Rangrang justru sebaliknya. Mereka berusaha mati-matian menyingkirkan serangga lain yang hidup pada pohon tempat sarang mereka berada. Oleh karena itu, jika kita membedah sarang mereka seringkali kita menemukan bangkai kumbang atau serangga lain yang lebih besar dari semut ini.

Itulah keistimewaan yang dimiliki semut Rangrang sehingga membuat mereka memegang arti penting dalam pengendalian hama secara alami. Cukup sederhana, namun tidak berisiko terhadap lingkungan seperti halnya jika kita menggunakan insektisida kimia.

Pesan Kimiawi

Semut ternyata mempunyai semacam kelenjar yang menghasilkan cairan khusus yang digunakan untuk menandai wilayah mereka. Kelenjar itu disebut kelenjar dubur. Cairan khusus yang dihasilkannya (disebut pheromone) mereka sapukan ke tanah dan hanya para anggota sarang saja yang dapat mengenali baunya. Jadi semut penganyam ini menggunakan pesan kimiawi untuk menuntut rekan satu sarang menuju daerah baru mereka.

Tentu saja jejak bau itu tidak hanya mereka tinggalkan ketika mencari daerah baru dan ketika mempertahankannya, tetapi juga digunakan saat mereka mencari makan. Jika seekor semut menemukan seonggok makanan, dia akan mengerahkan teman-temannya untuk mengangkuti makanan itu ke sarang. Kelenjar duburnya akan meninggalkan jejak bau di sepanjang jalan antara sarang dan lokasi temuan itu. Ketika berpapasan dengan temannya, semut ini memberi rangsangan dengan memukulkan antenanya seraya memuntahkan sedikit makanan yang ditemukan tadi ke mulut rekannya itu (Tabloid Mutiara 1990/Ika Nurillah Krishnayanti & Christina Purnami Wulan/Science American 238 No.6).

tentang ikan 1

Ikan Juga Pakai Taktik untuk Menghindari Lawan


Kalau Anda pernah memperhatikan, mungkin Anda pernah bertanya-tanya, mengapa ada ikan, terutama yang berukuran kecil seperti ikan teri (Engraulis japonicus) atau ikan julung-julung (Hemirhamphus sp.), berenang berkelompok dengan formasi yang kompak dalam jumlah ratusan, ribuan, bahkan jutaan ekor.

Anggota dalam kelompok itu bergerak dengan kecepatan, arah dan jarak antaranggota, sama. Jika pemangsa datang, atau arus keras datang menghadang, ikan-ikan itu segera berpencar secara teratur tanpa bertabrakan. Setelah bahaya lewat, mereka segera bergabung kembali. Gerakan membentuk kelompok demikian itu disebut schooling. Mengapa mereka melakukan schooling?

Jawabannya tergantung dari jenis ikannya. Ikan pemangsa melakukan schooling untuk mempermudah menangkap mangsa, sebaliknya pada ikan non pemangsa, schooling berfungsi untuk menyelamatkan diri.

Umumnya ikan pemangsa lebih suka menyerang ikan yang agak terpisah dari kelompoknya. Perbedaan gerak dari salah satu anggota dalam kelompok menjadi kriteria bagi pemangsa untuk menyergapnya. Pemangsa juga lebih mudah mnyergap ikan dari suatu kelompok yang beranggotakan tiga ekor daripada yang beranggotakan seribu ekor. Tampaknya semakin banyak jumlah anggota, semakin besar keuntungannya membentuk schooling.

Unik

Untuk mampu membentuk schooling, ternyata ikan harus mencapai panjang tubuh tertentu. Seperti sebuah hasil penelitian pada tahun 1962 terhadap ikan Menidia sp. Ikan ini mulai membentuk schooling setelah mencapai panjang 10 mm dengan jumlah anggota kelompok 3-5 ekor, tetapi Cuma terbatas selama 30-60 detik. Schooling yang matang terbentuk ketika panjang ikan mencapai 11-12 mm dan jumlah anggota kelompoknya 30-50 ekor.
Gerakan menghindar ikan yang membentuk schooling juga unik. Sekelompok ikan yang didatangi barakuda (Sphyraena barracuda) – ikan yang bergerak lincah, menyerang cepat, menyelinap di antara kelompok mangsa dan menyerang dengan satu kali gerakan – akan segera berbalik arah dengan membentuk semacam rongga di sekeliling pemangsa.

Setelah itu schooling terpecah menjadi dua di sisi-sisi barakuda. Akhirnya ikan-ikan itu membentuk schooling itu kembali setelah berada di belakang barakuda. Tetapi jika barakuda mulai menyerang, gerakan menyelamatkan diri tadi tidak bisa dipertahankan, sehingga dalam keadaan genting itu setiap ikan akan berpencar lagi dari arah pusat kelompok. Gerakan mereka jadi seperti ledakan bom dengan kecepatan kurang dari 0,2 detik.

Schooling bukan dominasi ikan-ikan kecil. Ikan tuna (Thunnus sp.) yang panjang tubuhnya bisa tiga meter, membentuk schooling sehingga jangkauan perburuannya menjadi semakin luas.
Tuna bersirip biru (Thunnus thunnus) membentuk formasi parabola ketika berburu mangsa. Daerah lengkung parabola dibentuk oleh anggota schooling, sehingga lengkung parabola itu bagai dinding yang keras bagi korban yang terperangkap. Korban yang ketakutan akan menghindari benturan dinding dan lari ke daerah yang kosong, yaitu pusat parabola. Dengan demikian memudahkan tuna sirip biru menangkap mangsanya.

Bentuk schooling ternyata bukan hanya parabola. Kalau dilihat dari atas, ada yang berbentuk kubus, garis, bulan sabit, atau elips. Bentuk-bentuk tersebut bisa berubah setiap saat, bahkan dalam hitungan detik, tergantung dari keadaan suhu, kadar garam, topografi laut, keasaman, dan lain-lain.

Bantuan Alat

Untuk membuat keteraturan yang kompak dalam schooling, ternyata diperlukan bantuan alat, yaitu organ ikan yang berperan secara khusus seperti mata dan gurat sisi. Gurat sisi yang berupa garis memanjang di sisi samping tubuh ikan mulai dari kepala sampai pangkal ekor, berfungsi untuk mengetahui perubahan tekanan air. Perubahan kecepatan sedikit saja dari seekor ikan dalam kelompok bisa mengakibatkan perubahan tekanan air. Perubahan tekanan inilah yangditerima oleh anggota kelompok lainnya sehingga informasi ini segera diikuti dengan perubahan kecepatan oleh anggota kelompok lainnya dalam waktu yang amat singkat.
Organ lain yang berperan dalam pembentukan schooling adalah mata. Mata ternyata berperan penting dalam mengatur jarak dan sudut antara ikan yang satu dengan ikan yang berada di dekatnya.

Keunikan lainnya adalah tidak pernah bercampurnya kelompok ikan yang satu dengan kelompok lainnya, meskin di laut bebas banyak sekali ikan yang membentuk schooling. Ternyata setiap ikan mampu mengenali kelompok masing-masing karena adanya getaran schooling. Getaran ini dapat ditangkap oleh gurat sisi. Lagipula ternyata ikan dengan penciumannya dapat mengenali rekannya sesama satu schooling. Bau rekannya telah terekam dalam otak. Tidak heran, sebab mereka telah hidup bersama semenjak menetas.

Aturan Main

Schooling tidak dapat disamakan begitu saja dengan kelompok, karena ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi. Kriteria itu antara lain adalah jarak yang harus selalu sama antaranggota. Jarak minimal yang harus dipenuhi adalah 3/10 panjang tubuh, dan biasanya jarak itu satu kali panjang tubuhnya. Karena schooling terdiri dari ikan sejenis, maka jarak antaranggotanya sama pula.

Posisi salah satu anggota dalam schooling akan berubah setelah beberapa waktu. Secara naluri ikan-ikan itu berganti tempat secara periodik, untuk memberikan kesempatan ikan yang berada di tengah bertukar tempat ke tepi. Hal ini dilakukan karena tampaknya ikan yang berada di sebelah tepi kelompok – terutama pada kelompok ikan non pemangsa – memperoleh kesempatan lebih besar untuk mendapat makanan.

Dalam kelompok ikan yang membentuk schooling, tidak ada yang menjadi pimpinan dan tidak ada yang menjadi anggota. Setiap individu dalam kelompok itu saling menyamakan arah dan kecepatan satu sama lain.

Ini berbeda dengan dua ekor ikan yang berenang bersama, karena salah seekor ikan akan bertindak sebagai pimpinan. Si pengikut akan menyamakan arah dan kecepatannya dengan pimpinan, sementara pimpinan tidak perlu terpengaruh oleh gerakan pengikutnya.
Schooling ada yang terus-menerus terbentuk (disebut schooling obligat) dan ada juga yang terbentuk pada saat-saat tertentu (disebut schooling fakultatif). Misalnya saat ikan non pemangsa yang menghadapi bahaya atau saat ikan pemangsa berburu. Pada saat tidak membentuk schooling, ikan teri memang terlihat mengelompok, tetapi pengelompokannya tidak teratur. Jika pemangsa atau ombak besar datang, barulah mereka mulai bergerak bersama secara kompak. Gerakan mereka terlihat seperti menari-nari.

Schooling obligat pun sebenarnya tidak berlangsung terus-menerus. Setelah matahari terbenam, setiap ikan dalam kelompok schooling obligat itu menyebar atau membentuk kelompok-kelompok kecil. Tetapi jarak mereka tidak terlalu jauh satu dengan yang lainnya. Malam hari biasanya digunakan untuk makan dan beristirahat. Ketika pagi datang, schooling obligat akan terbentuk kembali (Kompas Minggu, 6 Agustus 1980/Christina P. Wulan & Ika Nurillah Krishnayanti/mahasiswi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Indonesia).